Selasa, 19 Juli 2016

POTONGAN PELUNASAN PEMBIAYAAN MURABAHAH



Latar belakang
Bank Mandiri Syariah adalah salah satu lembaga keuangan yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Terdapat berbagai bentuk Pembiayaan yang ditawarkan Bank Islam, pembiayaan yang paling banyak dilakukan adalah pembiayaan murabahah. Pada umumnya bank Islam menggunakan murabahah sebagai pembiayaan investasi jangka pendek dan disinyalir terdapat ketidaksesuaian antara penerapan murabahah di bank syariah dengan ketentuan syariah yang ada.
Penelitian ini menggunakan Penelitian Kualitatif, yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana praktik penerapan akad murabahah pada BSM.dan mengetahui adakah perbedaan antara praktek dan teori pada akad murabahah yang ada pada BSM. Penelitian ini menggunakan pendekatan Analisis Fiqh untuk mengetahui hal apa saja yang masih menjadi kontoversi dalam ilmu fiqh, pendekatan Analisis Fiqh ini untuk mengetahui dan menganalisis kesyariahan penerapan murabahah khususnya mengenai pemotongan pada pelunasan lebih capat pada salah satu PT. BSM yang ada di Kota Yoyakarta.
Hasil dari pendekatan Analisis Fiqh di dapat bahwa terdapat ketidaksesuaian antara penerapan murabahah dengan prinsip syariah yang ada. Bahwa dalam penerapannya melanggar beberapa prinsip murabahah yakni bahwa lamanya pelunasan murabahah harus dilaksanakan sesuai akad. Selain itu pelaksanan pemotongan pelunasan dari akad murabahah apakah benar-benar terjadi ataukah hanya sebagai alat promosi saja.
Menurut Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, akad Murabahah adalah Akad Pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati. Apabila ditinjau dari pengertiannya murabahah adalah perjanjian jual-beli antara bank dengan nasabah. Disini bank syariah membeli barang yang diperlukan nasabah kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah.

Dalam perspektif fiqih, murabahah sendiri merupakan transformasi dari bentuk peminjaman tradisional ke dalam bentuk perjanjian jual beli, dimana kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Dalam hukum Islam, jual beli hukumnya jaiz (boleh).

Menurut PSAK 102, Nasabah dapat melakukan pelunasan sebelum jangka waktu pembiayaan berakhir (pelunasan dipercepat). Pada saat melakukan pelunasan dipercepat, maka pihak bank dapat memberikan potongan atas margin keuntungan yang belum jatuh tempo. Pemberian potongan akan diatur dalam ketentuan tersendiri sesuai kebijakan bank.

Dalam sistem akuntansi, potongan pelunasan piutang murabahah yang diberikan kepada pembeli yang melunasi secara tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang disepakati diakui sebagai pengurangan keuntungan murabahah. Pemberi potongan pelunasan piutang murabahah dapat dilakukan saat pelunasan ataupun setelah pelunasan. Diberikan pada saat pelunasan, yaitu penjual mengurangi piutang murabahah dan keuntungan murabahah. Diberikan setelah pelunasan, yaitu penjual menerima pelunasan piutang dari pembeli dan kemudian membayarkan potongan pelunasannya kepada pembeli.Potongan angsuran murabahah ini diakui sebagai pengurang keuntungan murabahah.
FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
Nomor: 23/DSN-MUI/III/2002

Latar belakang
a.       bahwa sistem pembayaran dalam akad murabahah pada Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) pada umumnya dilakukan secara cicilan dalam kurun waktu yang telah disepakati antara LKS dengan nasabah;
b.      bahwa dalam hal nasabah melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang telah disepakati, LKS sering diminta nasabah untuk memberikan potongan dari total kewajiban pembayaran tersebut;
c.       bahwa untuk kepastian hukum tentang masalah tersebut menurut ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang potongan pelunasan dalam murabahah sebagai pedoman bagi LKS dan masyarakat secara umum.

Landasan Hukum dan Syari’ah tentang Potongan Pelunasan dalam Murabahah
a. Al-Quran
1) Qs. Al- Baqarah : 275
“ Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.

2) Qs. An-Nisa : 29
“hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela diantara kamu”.

3) Qs. Al-Maidah : 1
“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu”.

4) Qs. Al-Maidah : 2
“… dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan)kebajikan dan taqwa….”

b. Al- Hadist
1) Hadist Nabi
Dari Abu Said Al-khurdi bahwa Rassuallah Saw bersabda “Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka” (HR. Al Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai Shahih oleh Ibnu Hibban).
2) Hadis Nabi riwayat al-Thabrani dalam al-Kabir dan al-Hakim dalam al-Mustadrak yang menyatakan bahwa hadis ini shahih sanadnya.
Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Nabi Saw. Ketika beliau memerintahkan untuk mengusir Bani Nadhir, datanglah beberapa orang dari mereka seraya mengatakan: “Wahai Nabiyallah, sesungguhnya Engkau telah memerintahkan untuk mengusir kami sementara kami mempunyai piutang pada orang-orang yang belum jatuh tempo” Maka Rasulullah saw berkata: “Berilah keringanan dan tagihlah lebih cepat”.

3) Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf:
“Perjanjian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”

c. Kaidah fiqh:
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah bolehdilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

Merujuk Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional NO: 23/DSN-MUI/III/2002 mengenai potongan pelunasan dalam murabahah terdapat beberapa ketentuan bank:
1.      Jika nasabah dalam transaksi murabahah melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang telah disepakati, LKS boleh memberikan potongan dari kewajiban pembayaran tersebut, dengan syarat tidak diperjanjikan dalam akad
2.      Besar potongan sebagaimana dimaksud di atas diserahkan pada kebijakan dan pertimbangan LKS.







Ilustrasi pembiayaan murabahah

Pak Johan ingin membeli rumah yang total pembelian tersebut sebesar Rp. 150.000.000,- . Dari segi finansial, Pak Johan hanya memiliki 60% dana dari total seluruh nilai rumah yang diinginkan, yakni sebesar Rp. 90.000.000,- , maka kekurangan dana dari Pak Johan sebesar Rp. 60.000.000,- Pak Johan hendak menutupi kekurangan atas pembelian itu dengan melakukan skema pembiayaan. Pak Johan datang ke bank syariah dan mengkomunikasikan keinginannya untuk melakukan pembiayaan. Jika pembiayaan yang ditawarkan oleh bank adalah pembiayaan dengan skim murabahah atas dana Rp. 60.000.000,- dengan margin 9% per tahun misalnya, maka angsuran yang dilakukan Pak Johan jika jangka waktunya adalah satu tahun adalah Rp. 5.000.000 perbulan ditambah margin setahun sebesar Rp. 5.400.000,- atau ketika dibayarkan perbulan, nilai marginnya sebesar 450.000,-. Pembayaran angsuran yang dilakukan Pak Johan perbulan adalah pokok angsuran dan margin dengan total pembayaran sebesar Rp. 5.450.000,. Itu angsuran yang dibayarkan jika jangka waktunya selama satu tahun. Biaya administrasi juga dikenakan pada pembiayaan ini dan dibayarkan diluar angsuran tersebut.

Skema kepemilikan dana antara bank dan nasabah dalam hal ini adalah 60:40 untuk nasabah dan bank, atau Rp. 90.000.000 : Rp. 60.000.000. Jika pak Johan adalah tipe nasabah yang “taat” membayar angsuran dan mempunyai kemampuan bayar yang bagus, sehingga ternyata hanya dalam jangka waktu kurang dari satu tahun Pak Johan mampu melunasi tunggakannya, maka margin pembiayaan yang sudah ditetapkan diawal diberikan potongan oleh pihak bank.

Menurut PSAK 102 menyatakan bahwa potongan pelunasan piutang murabahah yang diberikan kepada pembeli yang melunasi secara tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang disepakati diakui sebagai pengurang keuntungan murabahah. PSAK 102 menyatakan bahwa pencatatan jika setelah penyelesaian, bank terlebih dahulu memberikan pelunasan piutang murabahah dari nasabah, kemudian bank membayar potongan pelunasan (muqasah) kepada nasabah dengan mengurangi keuntungan murabahah. Pencatatan yang dilakukan Bank Syariah yang memberikan potongan pelunasan piutang murabahah yang diberikan diakui sebagai pengurang keuntungan murabahah dan potongan pelunasan diberikan setelah pelunasan, yaitu Bank Syariah menerima pelunasan piutang dari nasabah dan kemudian bank memberikan potongan pelunasannya kepada nasabah.
Namun, pada kasus lain, dalam hal mengenai pelunasan dini di Bank Danamon Syariah Kantor Cabang Solo tidak memberikan potongan dari kewajiban pembayaran nasabah, meskipun di dalam Pasal 1 ayat (1) dan (2) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 23/ 2002 membolehkan meberikan potongan kepada nasabah, apabila nasabah dalam transaksi murabahah melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang telah disepakati. Namun, nasabah Bank Danamon Syariah Kantor Cabang Solo yang melakukan pelunasan dini, ia membayar sebesar seluruh sisa harga jual yang belum dilunasi seluruhnya lebih awal.








Analisis fiqh

Terdapat tiga hadits Nabi Muhammad SAW mengenai penghapusan, sebagian utang atas pembayaran lebih awal dan kelonggaran lainnya bagi para debitur. Dua hadits yang bertentangan (dalam pengertiannya) telah diriwayatkan oleh Imam Baihaqi. Hadits yang dimaksud itu secara singkat adalah sebagaimana tertera berikut:
Ketika Nabi Muhammad SAW mengusir Bani al Nadhir dari Madinah, Nabi diberitahu bahwa ia berhutang kepada beberapa dari mereka dan utang tersebut belum jatuh tempo. Nabi kemudian berkata, “Dha’awuu wa Tu’ajjaluu” (hapuslah sebagian dari piutang dan ambillah lebih awal).
Seorang Sahabat, Miqad bin Aswad berkata bahwa ia memberikan pinjaman kepada seseorang sebesar 100 dirham. Ia membutuhkan uang tersebut ketika Nabi Muhammad mengirimnya bersama seorang delegasi. Ia meminta debitur menghapus sembilan puluh dirham. Ketika Nabi Muhammad mengetahui hal itu, ia berkata: “Engkau telah melibatkan dirimu dan pihak yang lain dengan riba.”
Para ahli hukum pada umumnya meyakini bahwa jumlah yang dihapuskan (dalam hadits pertama) berhubungan dengan jumlah riba yang dikumpulkan untuk orang Yahudi dari Banu Nadhir. Hal ini mereka turunkan berbasiskan perincian yang diriwayatkan oleh ahli hukum yang terkenal Waqidi mengenai peristiwa tersebut. Ia menulis: “Abu Rafi’i Salam bin Al Haqiq harus mendapat 120 dinar dari Usaid bin Huzair. Ia setuju untuk mengambil jumlah pokoknya sebesar 80 dinar dan menghapuskan kelebihannya. Hal ini berarti bahwa jumlah yang dihapus dalam kasus Ibnu Nadhir adalah bunga dan bukan jumlah pokoknya. Oleh sebab itulah Imam Malik, ketika memberikan pandangan Ibn Umar dan Zaid bin Thabit as. mengenai penghapusan bagian dari utang yang harus dibayarkan oleh siapapun dan mendapatkan jumlah sisanya. Bagi Imam Malik, hal ini seperti halnya ketika seorang yan memberikan waktu lebih panjang ketika piutangnya telah jatuh tempo dan menambahkan jumlah utang yang tentunya tanpa diragukan lagi tergolong riba.
Hadits ke tiga diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan yang lain adalah ketika Nabi Muhammad SAW meminta sahabatnya Ka’ab bin Malik menghapuskan setengah dari piutangnya yang harus dibayarkan oleh sahabat yang lain. Abdullah bin Abi Hadrad, di mana Ka’ab bin Malik terus menekan Abdullah bin Abi Hardad untuk membayar utangnya: Ka’ab menghapuskan setengah utang tersebut. Ketika Abdullah mengatakan ia tidak memiliki harta benda yang dapat digunakan untuk membayar walaupun hanya setengah dari jumlah utang tersebut, Nabi kemudian memintanya mengatur pembayaran sebisanya.
Para ahli hukum, dalam upayanya menyelesaikan permasalahan ini, meneliti secara lebih terperinci dan membedakan dua kategori atas pinjaman, yakni Duyun Halah (pinjaman yang telah jatuh tempo atau dapat diminta kapan pun) dan Duyun Mu’ajjalah (waktu pembayaran ditetapkan oleh kreditur dan debitur serta utangnya belum jatuh tempo). Penghapusan sebagian jumlah utang pada kategori pertama (utang yang telah jatuh tempo) diperbolehkan oleh hampir semua ahli hukum dengan dasar rasional bahwa dalam pinjaman yang demikian itu, penundaan bukanlah hak debitur. Hal ini berarti bila utang telah jatuh tempo dan belum juga terbayar, kreditur dapat menghapuskan sebagian dari jumlah pokoknya untuk pembayaran lebih awal. Berkenaan dengan ini, para ahli hukum berkata bahwa itu seharusnya tidak dijadikan prasyarat. Imam Malik pernah memberi judul pada sebuah bab, “Jika seseorang membeli secara kredit, tidaklah diperbolehkan untuk membayar dengan jumlah yang lebih sedikit sebelum waktu jatuh temponya” dan mengutuip dua tradisi yang diriwayatkan oleh Zaid bin Thabit dan Abdullah bin Umar as yang tidak mengizinkan potongan pada pembayaran lebih awal.
Syah Waliyullah, dalam Musawwa, mengacu pada kedua hal tersebut dan hadits Ka’ab bin Malik dan Abu Hadrad as., yang menurut Ka’ab bin Malik menghapuskan setengah jumlah piutangnya berdasarkan rekomendasi dari Nabi Muhammad SAW dan ia mengamati bahwa kedua contoh pertama berkaitan dengan utang yang belum jatuh tempo sedangkan yang terakhir adalah utang yang telah jatuh tempo. Ia juga menjelaskan bahwa waktu pelunasan tidak dapat ditentukan dalam kasus Qardh, sedangkan pada penjualan kredit (dan Dayn), waktu pembayaran dapat ditentukan di dalam kontrak: (Akad).
Beberapa ahli hukum Hanafi yang belakangan membedakan utang yang tercipta sebagian hasil dari musawamah (tawar-menawar atas harga) dan utang yang tercipta sebagai hasil dari murabahah-mu’ajjal, dimana marjin keuntungan ditambahkan oleh penjual dengan mengingat periode (pembayaran) kreditnya. Mereka mengatakan bahwa apabila debitur dalam murabahah-mu’ajjal membayar lebih awal daripada tanggal jatuh tempo atau jika utangnya jatuh tempo pada saat kematiannya, kreditur dengan demikian harus menghapuskan sebagian uatang dari periode pembayaran sisanya karena margin keuntungan pada dasarnya dikenakan atas waktu yang diberikan untuk pelunasannya. Mereka memperbolehkan hal ini berdasarkan manfaat yang didapatkan oleh kedua belah pihak. Sebagian besar cendekiawan Syariah kontemporer, bagaimanapun, tidak memperbolehkan penghapusan untuk pembayaran lebih awal dalam kegiatan murabahah yang dilakukan oleh bank OIC Fiqh Academy, komite Syari’ah bank Islam di Timur Tengah, dan para cendekiawan syaria’ah pada umumnya menganggap serupa dengan teknik penjualan cicilan yang berbasis bunga.
Standar Syari’ah AAOIFI juga melarang pemberian potongan kepada nasabah atas pembayaran lebih awal berdasarkan kontraknya masing-masing, seperti dalam murabahah, harga hanya ditetapkan sekali. Namun, jika tidak ada komitmen dari pihak bank berkenaan dengan adanya potongan apa pun dalam harga murabahah, Standar AAOIFI memperbolehkan bank memberikan potongan dalam kasus pembayaran lebih awal yang sesuai dengan kebijaksanaan bank. Para ahli, merekomendasikan permasalahannya harus diberitahukan kepada penasihat syariah, yang akan memutuskan sertiap kasus pemotongan yang didasarkan pada kebaikan.
Jadi, dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat bank yang memberikan potongan pelunasan murabahah, tapi ada juga bank yang tidak memberikan potongan pelunasan murabahah. Pemotongan pelunasan murabahah terjadi saat nasabah melunasi pembiayaan murabahah lebih cepat ataupun tepat waktu. Pemotongan pelunasan murabahah merupakan hak prerogratif bank yang tidak dijanjikan di dalam akad murabahah.
Diharapkan Bank tetap meningkatkan jumlah pembiayaannya terutama pada pembiayaan musyarakah dimana pembiayaan ini menunjukkan semakin tinggi jumlah pembiayaan maka akan berpengaruh positif terhadap tingkat aset maupun tingkat equity Bank Syariah Mandiri. Bank diharapkan lebih berhati-hati dalam melakukan pembiayaan murabahah dikarenakan adanya sistem percepatan pelunasan pada pembiayaan ini bisa memberikan pengaruh negatif terhadap profitabilitas yang diproksikan oleh tingkat aset dan tingkat equity.

Sumber:
1.      Muhammad. 2014. Manajemen Keuangan Syari’ah Analisis Fiqh dan Keuangan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
2.      Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor: 23/DSN-MUI/III/2002.
3.      Pelaksanaan Akad Murabahah dalam Pembiayaan Pembelian Rumah di BDS Solo.pdf

4 komentar:

  1. Aswb,mohon maaf mau bertanya ,ini saya sudah mengajukan kredit 100.000.000 dan lama angsuran 120 bulan,sudah berjalan 61 bulan saya mau melakukan penebusan ternyata saya harus tebus masih tinggi skitar 68,jt .jadi slama 5 tahun pokok nya berkurang hanya 27 juta,karna pencairan kmarin 95 juta ,apa itu sudah betul mohon penjelasannya,mahkasi

    BalasHapus
  2. Aswb,mohon maaf mau bertanya ,ini saya sudah mengajukan kredit 100.000.000 dan lama angsuran 120 bulan,sudah berjalan 61 bulan saya mau melakukan penebusan ternyata saya harus tebus masih tinggi skitar 68,jt .jadi slama 5 tahun pokok nya berkurang hanya 27 juta,karna pencairan kmarin 95 juta ,apa itu sudah betul mohon penjelasannya,mahkasi

    BalasHapus
  3. Ass wr wb.mohon penjelasannya pk.plafon 224.074.395.05.angsuran /bln 3.33.675.90.tenor 14 thn.sdh 2 thn menyicil dn ketika sdh mau melakukan pelunasan knp sisa hutang msh 231.371.007.yg jadi pertanyaanx dmn sisi sariah dari Bank Bsm tsbt

    BalasHapus
  4. Udh pinter masuk"in hadist dan dalil tp d perjanjian masih ada sita dan denda.. Apakah itu bukan RIBA namanya?????

    BalasHapus