BAB I
PENDAHULUAN
I.
Latar
Belakang
Merger pada era 1990-an sebagian besar adalah
akibat dari keinginan mencapai penghematan skala dan cakupan (economies of
scale and scope) dan kekuatan pasar untuk meningkatkan daya saing di pasar
global. Selain itu, perusahaan-perusahaan pada beberapa industri berusaha
mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depan saat perubahan-perubahan yang
besar akan terjadi di bidang industri, yang sebagian besar merupakan akibat
dari perkembangan teknologi (misalnya dalam industri telekomunikasi).
Perusahaan dapat melakukan merger dan
reorganisasi untuk memperluas usahanya. Merger adalah penggabungan antara dua
atau lebih perusahaan yang melebur menjadi satu. Dengan adanya merger ini,
diharapkan sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara efisien. Namun, dalam
beberapa penelitian terdapat kegagalan di sejumlah perusahaan yang melakukan
merger. Sementara itu, penggabungan dengan mengambil alih perusahaan lain
kemudian dijadikan anak perusahaan dinamakan akuisisi.
Apabila perusahaan telah menentukan
harga yang layak, melakukan due diligence,
dan berencana melakukan negosiasi dengan perusahaan target, perusahaan kemudian
harus mempertimbangkan pembiayaan akuisisi untuk mengambil alih perusahaan. Ada
beberapa metode pembayaran akuisisi yaitu tunai, hutang, saham, dan kombinasi
dari dua atau tiga pembiayaan tersebut. Pemilihan metode pembayaran ini
disesuaikan dengan kemampuan perusahaan.
Pemilihan media pembayaran pada
prinsipnya didasarkan pada pertimbangan atas keuntungan bagi pengakuisisi dan
kesepakatan pemegang saham dari perusahaan target. Makalah ini akan membahas
berbagai metode pembayaran dan mengeksplorasi pengaruh merger terhadap EPS.
II.
Rumusan
Masalah
Yang menjadi rumusan masalah dalam
kepenulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa
pengertian akuisisi?
2. Bagaimana
metode pembayaran akuisisi?
3. Bagaimana
pengaruh pertukaran saham terhadap EPS?
4. Bagaimana
analisis pembiayaan akuisisi?
5. Bagaimana
pengaruh perubahan PER terhadap nilai perusahaan?
III.
Tujuan
Kepenulisan
Adapun tujuan dari kepenulisan
makalah ini adalah:
1. Dapat
mengetahui pengertian akuisisi.
2. Dapat
mengetahui metode-metode dalam pembayaran akuisisi.
3. Dapat
mengetahui pengaruh pertukaran saham terhadap EPS.
4. Mengetahui
analisis pembiayaan akuisisi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Akuisisi
Merger
adalah salah satu strategi yang diambil perusahaan untuk mengembangkan dan menumbuhkan sebuah
perusahaan. Merger berasal dari kata “mergere” (Latin) yang artinya (1)
bergabung bersama, menyatu, berkombinasi (2) menyebabkan hilangnya identitas
karena terserap sesuatu. Merger didefinisikan sebagai penggabungan dua perusahaan
atau lebih yang kemudian hanya ada satu perusahaan yang tetap hidup sebagai
badan hukum, sementara yang lainnya menghentikan aktivitasnya atau bubar.
Sementara
akuisisi berasal dari kata “acquisition” (Latin) dan “acquisition” (Inggris),
makna harfiah akuisisi adalah membeli atau mendapatkan sesuatu / obyek untuk
ditambahkan pada sesuatu yang telah dimiliki sebelumnya. Akuisisi dalam teminologi
bisnis diartikan sebagai pengambilalihan kepemilikan atau pengendalian atas
saham atau aset suatu perusahaan oleh perusaahaan lain, dan dalam peristiwa
baik perusahaan pengambilalih atau yang diambil alih tetap eksis sebagai badan
hukum yang terpisah (Moin, 2009).
Ekspansi
atau perluasan usaha dapat dilakukan secara internal atau eksternal. Perusahaan
dikatakan melakukan ekspansi internal jika perusahaan melakukan investasi mulai
dari awal, seperti mendirikan perusahaan baru atau melakukan perluasan
perusahaan yang sudah ada. Sementara itu, perusahaan dikatakan melakukan
ekspansi eksternal jika perusahaan menggabungkan kegiatan operasionalnya dengan
perusahaan lain yang sudah ada. Penggabungan suatu perusahaan dengan perusahaan
lain yang sudah ada dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
a. Merger
Merger adalah penggabungan dua perusahaan yang ukurannya tidak sama dan hanya
satu perusahaan yang tetap survival, yaitu perusahaan yang lebih besar,
sedangkan perusahaan yang lebih kecil melebur ke dalam perusahaan yang besar.
Misalnya, perusahaan A ukurannya lebih besar daripada perusahaan B, melakukan merger,
maka setelah merger perusahaan yang tetap survival adalah
perusahaan A.
b.
Konsolidasi
Konsolidasi adalah
penggabungan dua perusahaan yang ukurannya relatif sama menjadi satu perusahaan
baru. Misalnya, perusahaan A ukurannya relatif sama dengan perusahaan B
melakukan konsolidasi, maka muncul perusahaan C sebagai hasil
konsolidasi.
c.
Akuisisi
Akuisisi adalah
penggabungan dua perusahaan yang mana perusahaan akuisitor membeli
sebagian saham perusahaan yang diakuisisi, sehingga pengendalian manajemen
perusahaan yang diakuisisi berpindah kepada perusahaan akuisitor,
sementara kedua perusahaan masing-masing tetap beroperasi sebagai suatu badan
hukum yang berdiri sendiri.
Penggunaan
ketiga istilah merger, konsolidasi dan akuisisi di dalam prakteknya
sering dipertukarkan satu sama lainnya. Apabila ditinjau dari keterkaitan
bidang usaha perusahaan yang bergabung, maka penggabungan dua atau lebih
perusahaan dapat dibedakan menjadi:
a.
Penggabungan vertikal, adalah
penggabungan dua atau lebih perusahaan yang berada pada tingkat proses
produksi yang tidak sama. Misalnya penggabungan antara perusahaan restoran yang
memproduksi makanan organik dengan petani organik yang memasok bahan baku atau
perusahaan fashion bergabung dengan butik yang memasarkan baju.
b.
Penggabungan horizontal,
adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan yang berada pada tingkat proses
produksi yang sama. Misalnya, perusahaan sepatu Batta bergabung dengan
perusahaan sepatu Nikke.
c.
Penggabungan konglomerat,
adalah penggabungan dua perusahaan atau lebih yang tidak memiliki kaitan bisnis
sama sekali. Misalnya, perusahaan baju bergabung dengan perusahaan makanan
kemasan.
B.
Metode
pembayaran
Cara pembayaran akuisisi seccara gariss besar dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu pembayaran secara tunai, pembayaran dengan
hutang, dan pembayarandengan saham.
I.
Metode pembayaran tunai
Pengakuisisan dengan pembiayaan dengan kas dilakukan
jika ada kesempatan besar untuk tumbuh. Pemegang saham dari perusahaan target
menyerahkan saham mereka dengan imbalan uang tunai. Pembayaran secara tunai
lebih menarik dan disukai oleh pemegang saham pershaan target maupun
pengakuisisi. Bagi pengakuisisi cara pembayaran tunai lebih memudah dari sisi
administrasi. Sedangkan bagi pemegang saham target, jika harga saham dihargai
lebih tinggi disbanding dengan harga pasar (premium), maka akan didapat
keuntungan yang pasti. Karena transfer kas, maka transaksi ini menyebabkan
pajak.
Jika pengakuisisi membayar secara tunai berarti pengakuisisi
harus menyediakan kas yang cukup besar. Dana ini bisa ditambah dengan cadangan
dan kumulatif aba ditahan yang dimiliki pengakuisisi. Walaupun pengakuisisi
memiliki uang tunai untuk biaya akuisisi, harus mempertimbangkan aktivitas
operasioal atau kemampuan likuiditas. Jika perusahaan arget mampu memeberikan
cash flow yang cepat setelah akuisisi maka hal ini tidak menganggu likuiditas.
Sebaliknya jika perusahaan target tidak mampu mengembalikan cash flow dengan
cepat, maka akan membahayakan likuiditas pengakuisisi.
Dalam prakteknya, pengakuisisi tidak memiliki uang
tunai, sebanyak untuk biaya akuisisi. Sehingga, perusahaan harus mencari
alternatif sumber dana seperti bank, perusahaan lain, atau penerbitan surat
berharga.
II.
Metode pembayaran dengan hutang
Pembiayaan dengan hutang merupakan pinjaman dari pihak
ketiga yang sering disebut dengan leverage buyout (LBO). Leverage buyout adalah
akuisisi atau pembelian perusahaan secara tunai dengan pembiayaan yang sebagian
besar bersumber dari hutang. Hutang LBO dijamin dengan asset perusahaan target.
LBO terjadi karena konflik kepentingan antara pemegang
saham dan manejemen, dimana manajemen ingin mengambil alih kepemilikan
perusahaan dengan memasukkan pihak ketiga dalam pendanaan LBO. LBO merupakan
taktik yang sering digunakan untuk menghindari dari akuisisi perusahaan lain.
Pihak-pihak yang terlibat sebagai penyandang dana
tersebut adalah bank, perusahaan lain, lembaga keuangan, manajemen perusahaan
pengakuisisi, dan investor institusional atau individu yang berminat. Pihak-pihak
penyandang dan tersebut mensyaratkan imblan keuntungn yang lebih tinggi
disbanding dengan tingkat keuntungan dari bentuk investasi lainnya. Hal ini
terjadi karena pertimbangan risiko kegagalan atas tidak terbayarnya pinjaman.
LBO memiliki kemampuan untuk meningkatkan nilai
perusahaan karena (pertama) manajemen bekerja “underpressure” untuk tidak hanya
bisa membayar hutang tapi juga mengahssilkan keuntungan bagi perusahaan dan
(kedua) manajer dapat menjadi pemilik, sehingga ada motivasi bekerja atas
keuntungan yang akan diperoleh.
III.
Metode pembayaran dengan
saham
Metode pembayaran dengan saham merupakan alternative
yang bisa diambil oleh pengakuisisi. Jika pengakuisisi tidak ingan membayar
akuisisi secara tunai, dapat menggunakan saham jika pemegang saham target
menghendaki. Saham pengakuisisi yang belum dikeluarkan akan dipertukarkan
dengan saham perusahaan target (share swap) dengan rasio tukar yang disepakati
melalui negosiasi kedua pihak. Jika kedua perusahaan adalah go publik, maka
dasar pertimbangan pertukarannya adalah harga pasar saham. Cara pertukaran
saham lebih kompleks karena masing-masing perusahaan memiliki harga saham yang
berbeda.
Dalam pasar modal yang efisien, dicirikan oleh respon
terhadap informasi, harga pasar saham mapu mencerminkan nilai persuahaan.
Sebaliknya di pasar modal yang belum efisien, harga saham pasar belum tentu
mencerminkan nilai perusahaan yang sesungguhnya. Jika demikian maka berdampak
pada ketidakakuratan dalam menentukan harga akuisisi antara pengakuisisi dan target.
Cara pembayaran akuisisi yang makin opuler adalah
dengan penerbitan saham baru (right issue).
Pemegang saham lama diberi opsi hak untuk membeli saham-saham baru yang
diterbitkan oleh perusahaan dalam rangka membiayaai akuisisi. Jika perusahaan
mengeluarkan saham baru yang bisa dibeli oleh investor baru, berarti aka nada
pemilik baru yang masuk dalam jajaran pemegang saham lama. Apabila jumlah
proporsi kepemilikan investor baru cukup signifikan maka kemungkinan akan
menyebabkan berkurangnya control pemegang saham lama terhadap perusahaan.
Inilah sebabnya penerbitan right issue dimaksudkan untuk tetapmenjaga
pengenalian perusahaan oleh pemegang saham lama.
Dampak praktek, umumnya alat pemmbayarn yang digunakan
adalah kombinasi dari berbagai cara pembayaran diatas, yaitu kas, hutang, dan
saham. Pada kasus akuisisi yang dilakukan Indocement tahun 1992 terhadap100%
saham Bogasari, 51% saham Indofood dan 100% saham Perwick Agung dengan total
nilai Rp 1,781 triliyun, Indocement menggunakan uang tunai yang berasal dari
modal sendiri sebesar Rp 400 milyar, pinjaman dari BCA Rp 711 milyar dan
sisanya menggunakan surat sanggup bayar.
C.
Analisis
Pembiayaan Akuisisi
Terdapat trade-off
ketika pengakuisisi menggunakan kas atau menggunakan saham sebagai alat
pembayaran akuisisi. Jika pembayaran menggunakan kas, transaksi ini terjadi
saat pengakuisisi membayar sejumlah uang tunai kepada pemegang saham target,
selanjutnya pemegang saham target menyerahkan saham-saham mereka. Dengan
demikian transaksi kas menyebabkan berpindahnya kepemilikan dari pemegang saham
target kepada pemegang saham pengakuisisi. Di sisi lain pebayaranmenggunakan
saham, pemegang saham target tidak dengan serta merta mentransfer kepemilikan
perusahaan, tetapi mereka masihberstatus sebagai pemilik perusahaan.
Perusahaan yang melakukan transaksi pembayaran dengan
saling mempertukarkan saham akan membagi keuntungan dan risiko dengan
perusahaan yang diakuisisi. Perbedaan utama pembayaran dengan kas, pemegang
saham pengakuisisi akan menanggung seluruh risiko jika sinergi gagal dicapai.
Dalam pembayaran saham, risiko seperti itu akan ditanggung bersama baik oleh
pemegang saham pengakuisisi atau pemegang saham yang diakuisisi. Risiko
tersebut akan ditanggung bersama sesuai dengan proporsi masing-masing pemegang
saham atas perusahaan hasil merger.
Trade-off antara pembayaran kas dan saham dijelaskan
dalam contoh berikut Merger PT Matahari Department Store:
|
PT A
|
PT
B
|
Nilai Kapitasisasi
Pasar
|
Rp 3 Milyar
|
Rp 2 Milyar
|
Jumlah Lembar Saham
|
10.000.000
|
8.000.000
|
Harga Pasar Saham
|
Rp300/lembar
|
Rp250/lembar
|
PT
A mengharapkan sinergi sebesar 1 M dan menghargai saham PT B sebesar
Rp300/lembar.
PT A akan mengeluarkan kas senilai Rp 2,4 M, diperoleh
dari Rp300/lembar kali 8 juta lembar. Sedangkan kapitalisasi pasar PT B sebesar
Rp 2 M, maka PT A membayar premium sebesar Rp400 juta (Rp 2,4 M-Rp 2 M). Jumlah
ini sama dengan premium per lembar saham Rp50 x 8 juta lembar = Rp400 juta.
Keuntungan bersih yang diharapkan oleh PT A dinamakan
shareholder value added (SVA) yang merupakan selisih antara nilai sinergi dan
premium yang dibayarkan. Jika PT A menggunakan kas maka besarnya SVA adalah Rp
1 M dikurangi denganRp400 juta = Rp600 juta. Sebaliknya jika PT A menggunakan
saham SVA akan menjadi Rp333,6 juta. Perhitungan ini diperoleh dari:
Penurunan SVA ini adalah karena PT A menghargai saham PT
B senilai Rp300/lembar padahal harga saham PT B semula sebesar Rp250/lembar.
SVA lainnya dinikmati oleh pemegang saham PT B yaitu sebesar 44,6% x Rp600 juta
= Rp266,4 juta.
Apabila sinergi tidah dicapai, maka PT A akan
kehilangan seluruh premium yang dibayarkan senilai Rp400 juta (jika pembayaran
dengan kas). Sedangkan jika pembayaran dengan saham, maka PT A hanya akan
kehilangan saham PT B yaitu sebesar Rp177,6 juta (44,4% x Rp400 juta).
Table C.1
Pengaruh pembayaran kas dan saham teerhadap pemegang
saham (Rp 000.000)
Situasi
|
Alat Pembayaran
|
Nilai SVA
|
|
PT A
|
PT B
|
||
Sinergi Tercapai
|
Kas
|
+600
|
+400
|
Saham
|
+333,6
|
+266,4
|
|
Sinergi Tidak Tercapai
|
Kas
|
-400
|
+400
|
Saham
|
-222,4
|
-177,6
|
Dari tabel tersebeut dapat disimpulkan bahwa jika
merger dan akuisisi berhasil dan sinergi dapat dicapai, maka pembayaran dengan
kas lebih menguntungkan bagi pemegang PT A dibanding dengan saham. Namun, jika
akuisisi tidak bersinergi, mkaa pembayaran dengan kas kurang menguntungkan.
Bagi pemegang sahamm PT B, jika pembayaran dilakukan dengan kas, mereka tidak
terpengaruh oleh situasi tersapai (tidak sinergi). Mereka menaggung kerugian
hanya jika pembayaran dilakakuan dengan saham dan dalam kondisi tidak sinergi.
Apabila dilihat dari ilustrasi tersebut, pengaruh
penggunaan kas atau saham adalah signifikan terhadap pengakuisisi atau yang
diakuisisi. Hal ini memberikan implikasi bhawa pengambilan keputusan penggunaan
media pembayaran sangat dipengaruhi oleh berhasil atau tidaknya sinergi.
Sehingga, manajeman kedua perusahaan harus menginformasikan pengaruh penggunaan kas atau saham kepada para
pemegang saham. (Moin, Abduh. Merger,
Akuisisi, dan Divestasi. 2009. Yogyakrta: Ekonisia)
Growth opportunity adalah peluang pertumbuhan suatu
perusahaan di masa depan (Mai, 2006). Perusahaan-perusahaan yang mempunyai
prediksi akan mengalami pertumbuhan tinggi di masa mendatang akan lebih memilih
menggunakan saham untuk mendanai operasional perusahaan. Dengan demikian
perusahaan yang memiliki peluang pertumbuhan yang rendah akan lebih banyak
menggunakan utang jangka panjang. Growth opportunity bagi setiap perusahaan
berbeda-beda, hal ini menyebabkan perbedaan keputusan pembelanjaan yang diambil
oleh manajer keuangan. Perusahaan dengan growth opportunity tinggi cenderung
membelanjai pengeluaran investasi dengan modal sendiri untuk menghindari
masalah underinvestment yaitu tidak dilaksanakannya semua proyek investasi yang
bernilai positif oleh pihak manajer perusahaan (Chen, 2004). Selain itu,
kebijakan hutang dan struktur kepemilikan modal juga dapat mempengaruhi nilai
perusahaan dengan adanya pajak, biaya keagenan, dan biaya kesulitan keuangan
sebagai imbangan dari manfaat penggunanaan hutang. Menurut trade- off model,
struktur modal yang optimal merupakan keseimbangan antara penghematan pajak
atas penggunaan hutang dengan biaya kesulitan akibat penggunaan hutang, sebab
biaya dan manfaat akan saling meniadakan satu sama lain. Tingkat hutang optimal
tercapai ketika pengaruh interest tax-shield mencapai jumlah yang maksimal
terhadap ekspektasi cost of financial distress. Pada tingkat hutang yang
optimal diharapkan nilai perusahaan akan mencapai nilai optimal, dan sebaliknya
apabila terjadi tingkat perubahan hutang sampai melewati tingkat optimal atau
biaya kebangkrutan dan biaya kesulitan keuangan financial distress cost lebih
besar dari pada efek interest tax-shield, hutang akan mempunyai efek negative
terhadap nilai perusahaan.
Berdasarkan teori struktur modal, apabila posisi
struktur modal berada diatas target struktur modal optimalnya, maka setiap
pertambahan hutang akan menurunkan nilai perusahaan. Penentuan target struktur
modal optimal adalah salah satu dari tugas utama manajemen perusahaan. Struktur
modal adalah proporsi pendanaan dengan hutang (debt financing) perusahaan,
yaitu rasio leverage (pengungkit) perusahaan. Dengan demikian, hutang adalah
unsur dari struktur modal perusahaan. Struktur modal merupakan kunci perbaikan
produktivitas dan kinerja perusahaan. (Pengaruh Profitabilitas, Growth
opportunity, sruktur Modal terhadaP nilai Perusahaan Pada Perusahaan Publik di
indonesia oleh Sri Hermuningsih)
BAB III
PENUTUP
I.
Kesimpulan
Pada prakteknya, dana talangan haji di perbankan
syariah menerapkan akad murakab (bertingkat), gabungan dari akad utang dengan
akad lainnya. Pertama, penggabungan antara akad qord dengan akad ijarah. Dimana
menggabungkan akd qord dengan ijarah tersebut dilarang oleh ulama bahkan Nabi
Muhammad SAW. Yang kedua, pada dana talangan haji menggunakan akad Kafalah bi
Ujroh, dimana memberikan jaminan yang disertai dengan adanya upah tidak
diperbolehkan. Dimana dalam prakteknya jika nasabah tidak dapat memberikan
pelunasan pada saat jatuh tempo maka bank akan membayar terlebih dahulu kepada
biro Haji. Kemudian yang dibayarkan Bank tersebut akan menjadi hutang bagi
nasabah ditambah dengan ujrohnya. Demikian pula ketika nasabah dapat melunasi,
Bank tetap memperoleh ujroh. Yang demikian kemudian menjadikan dana talangan
haji mengandung unsur gharar dan riba.
Sehingga dapat ditarik suatu benang merah bahwa praktek
dana talangan haji yang ada di perbankan syariah tidak sesuai dengan prinsip
syariah. Meskipun terlihat membantu, akan tetapi dengan mekanisme penyaluran
yang demikian disebutkan sebelumnya justru memberikan ketidakmaslahatan bagi
banyak pihak.
II.
Rekomendasi
Kebijakan
Apabila sikap perbankan syariah melakukan kredit
terhadap orang yang akan berhaji dengan dana talangan haji, maka tak ada
bedanya mereka dengan bank konvensional, padahal dalam islam dilarang untuk
berhutang, kecuali dalam keadaan sangat terpaksa. Jika hal ini terus dibiarkan
maka lebih baikakan membuat surat resmi kepada Bank Indonesia dan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) untuk meninjau kembali soal ini.Jika tidak ada juga reaksi, maka
perlu mengajukan naskah akademik kepada DPR RI untuk merevisi UU 21/2008 yang
saat ini sedangdiproses.
Hal ini juga tidak terlepas dari tidak terlepas dari
UU No. 34/2014 tentang Pengelolaan Dana Haji yang menempatkan dana haji di bank
syariah. "Sebetulnya tidak apa-apa, namun karena di kita masih menganut
sistem dualisme perbankan konvensional dan syariah, jadi bermasalah. Karena
bank syariah tidak melulu bicara suku bunganya nol persen, tapi juga etika,
moral dan akhlak dalam berbisnis. Sejumlah perbankan syariah melakukan praktik
kredit dalam pembiayaan untuk menjalankan Rukun Islam kelima tersebut. Namun
kebanyakan mencantumkan fasilitas pelunasan setelah ibadah dilaksanakan, pada
produk pembiayaan umrah. Sehingga jika rekomendasi kebijakan ini diterapkan,
maka hal ini tidak lagi manfaatkan ibadah untuk keutungan apalagi mengajarkan
umat Islam untuk berutang soal ibadah, ini akan menjadi budaya buruk nantinya ke
depan.
DAFTAR PUSTAKA
Hitt, Michael A., Jeffrey S. Harrison, R. Duane
Ireland. Merger dan Akuisisi: Panduan
Meraih Laba Bagi Para Pemegang Saham. 2001. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Moin, Abduh. Merger,
Akuisisi, dan Divestasi. 2009. Yogyakrta: Ekonisia
Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 24
No. 1 Juli 2015|
administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id
Muhammad S. Ibrahim,
“EKSPANSI : MERGER”, dalam http://www. http://wongasjap.blogspot.co.id/2011/03/ekspansi-merger.html (03
Mei 2011)