Selasa, 19 Juli 2016

PEMBIAYAAN AKUISI



BAB I
PENDAHULUAN
I.                   Latar Belakang
Merger pada era 1990-an sebagian besar adalah akibat dari keinginan mencapai penghematan skala dan cakupan (economies of scale and scope) dan kekuatan pasar untuk meningkatkan daya saing di pasar global. Selain itu, perusahaan-perusahaan pada beberapa industri berusaha mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depan saat perubahan-perubahan yang besar akan terjadi di bidang industri, yang sebagian besar merupakan akibat dari perkembangan teknologi (misalnya dalam industri telekomunikasi).

 
Perusahaan dapat melakukan merger dan reorganisasi untuk memperluas usahanya. Merger adalah penggabungan antara dua atau lebih perusahaan yang melebur menjadi satu. Dengan adanya merger ini, diharapkan sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara efisien. Namun, dalam beberapa penelitian terdapat kegagalan di sejumlah perusahaan yang melakukan merger. Sementara itu, penggabungan dengan mengambil alih perusahaan lain kemudian dijadikan anak perusahaan dinamakan akuisisi.
Apabila perusahaan telah menentukan harga yang layak, melakukan due diligence, dan berencana melakukan negosiasi dengan perusahaan target, perusahaan kemudian harus mempertimbangkan pembiayaan akuisisi untuk mengambil alih perusahaan. Ada beberapa metode pembayaran akuisisi yaitu tunai, hutang, saham, dan kombinasi dari dua atau tiga pembiayaan tersebut. Pemilihan metode pembayaran ini disesuaikan dengan kemampuan perusahaan.
Pemilihan media pembayaran pada prinsipnya didasarkan pada pertimbangan atas keuntungan bagi pengakuisisi dan kesepakatan pemegang saham dari perusahaan target. Makalah ini akan membahas berbagai metode pembayaran dan mengeksplorasi pengaruh merger terhadap EPS.


II.                Rumusan Masalah
Yang menjadi rumusan masalah dalam kepenulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian akuisisi?
2.      Bagaimana metode pembayaran akuisisi?
3.      Bagaimana pengaruh pertukaran saham terhadap EPS?
4.      Bagaimana analisis pembiayaan akuisisi?
5.      Bagaimana pengaruh perubahan PER terhadap nilai perusahaan?
III.             Tujuan Kepenulisan
Adapun tujuan dari kepenulisan makalah ini adalah:
1.      Dapat mengetahui pengertian akuisisi.
2.      Dapat mengetahui metode-metode dalam pembayaran akuisisi.
3.      Dapat mengetahui pengaruh pertukaran saham terhadap EPS.
4.      Mengetahui analisis pembiayaan akuisisi.


BAB II
PEMBAHASAN
A.           Pengertian Akuisisi
Merger adalah salah satu strategi yang diambil perusahaan untuk  mengembangkan dan menumbuhkan sebuah perusahaan. Merger berasal dari kata “mergere” (Latin) yang artinya (1) bergabung bersama, menyatu, berkombinasi (2) menyebabkan hilangnya identitas karena terserap sesuatu. Merger didefinisikan sebagai penggabungan dua perusahaan atau lebih yang kemudian hanya ada satu perusahaan yang tetap hidup sebagai badan hukum, sementara yang lainnya menghentikan aktivitasnya atau bubar.
Sementara akuisisi berasal dari kata “acquisition” (Latin) dan “acquisition” (Inggris), makna harfiah akuisisi adalah membeli atau mendapatkan sesuatu / obyek untuk ditambahkan pada sesuatu yang telah dimiliki sebelumnya. Akuisisi dalam teminologi bisnis diartikan sebagai pengambilalihan kepemilikan atau pengendalian atas saham atau aset suatu perusahaan oleh perusaahaan lain, dan dalam peristiwa baik perusahaan pengambilalih atau yang diambil alih tetap eksis sebagai badan hukum yang terpisah (Moin, 2009).
Ekspansi atau perluasan usaha dapat dilakukan secara internal atau eksternal. Perusahaan dikatakan melakukan ekspansi internal jika perusahaan melakukan investasi mulai dari awal, seperti mendirikan perusahaan baru atau melakukan perluasan perusahaan yang sudah ada. Sementara itu, perusahaan dikatakan melakukan ekspansi eksternal jika perusahaan menggabungkan kegiatan operasionalnya dengan perusahaan lain yang sudah ada. Penggabungan suatu perusahaan dengan perusahaan lain yang sudah ada dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
a.    Merger
Merger adalah penggabungan dua perusahaan yang ukurannya tidak sama dan hanya satu perusahaan yang tetap survival, yaitu perusahaan yang lebih besar, sedangkan perusahaan yang lebih kecil melebur ke dalam perusahaan yang besar. Misalnya, perusahaan A ukurannya lebih besar daripada perusahaan B, melakukan merger, maka setelah merger perusahaan yang tetap survival adalah perusahaan A.
b.    Konsolidasi
Konsolidasi adalah penggabungan dua perusahaan yang ukurannya relatif sama menjadi satu perusahaan baru. Misalnya, perusahaan A ukurannya relatif sama dengan perusahaan B melakukan konsolidasi, maka  muncul perusahaan  C sebagai hasil konsolidasi.
c.    Akuisisi
Akuisisi adalah penggabungan dua perusahaan yang mana perusahaan  akuisitor membeli sebagian saham perusahaan yang diakuisisi, sehingga pengendalian manajemen perusahaan yang diakuisisi  berpindah kepada perusahaan akuisitor, sementara kedua perusahaan masing-masing tetap beroperasi sebagai suatu badan hukum yang berdiri sendiri.
Penggunaan ketiga istilah merger, konsolidasi dan akuisisi di dalam prakteknya sering dipertukarkan satu sama lainnya. Apabila ditinjau dari keterkaitan bidang usaha perusahaan yang bergabung, maka penggabungan dua atau lebih perusahaan dapat dibedakan menjadi:
a.           Penggabungan vertikal, adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan yang  berada pada tingkat proses produksi yang tidak sama. Misalnya penggabungan antara perusahaan restoran yang memproduksi makanan organik dengan petani organik yang memasok bahan baku atau perusahaan fashion bergabung dengan butik yang memasarkan baju.
b.          Penggabungan horizontal, adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan yang berada pada tingkat proses produksi yang sama. Misalnya, perusahaan sepatu Batta bergabung dengan perusahaan sepatu Nikke.
c.           Penggabungan konglomerat, adalah penggabungan dua perusahaan atau lebih yang tidak memiliki kaitan bisnis sama sekali. Misalnya, perusahaan baju bergabung dengan perusahaan makanan kemasan.

B.            Metode pembayaran
Cara pembayaran akuisisi seccara gariss besar dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu pembayaran secara tunai, pembayaran dengan hutang, dan pembayarandengan saham.
                     I.            Metode pembayaran tunai
Pengakuisisan dengan pembiayaan dengan kas dilakukan jika ada kesempatan besar untuk tumbuh. Pemegang saham dari perusahaan target menyerahkan saham mereka dengan imbalan uang tunai. Pembayaran secara tunai lebih menarik dan disukai oleh pemegang saham pershaan target maupun pengakuisisi. Bagi pengakuisisi cara pembayaran tunai lebih memudah dari sisi administrasi. Sedangkan bagi pemegang saham target, jika harga saham dihargai lebih tinggi disbanding dengan harga pasar (premium), maka akan didapat keuntungan yang pasti. Karena transfer kas, maka transaksi ini menyebabkan pajak.
Jika pengakuisisi membayar secara tunai berarti pengakuisisi harus menyediakan kas yang cukup besar. Dana ini bisa ditambah dengan cadangan dan kumulatif aba ditahan yang dimiliki pengakuisisi. Walaupun pengakuisisi memiliki uang tunai untuk biaya akuisisi, harus mempertimbangkan aktivitas operasioal atau kemampuan likuiditas. Jika perusahaan arget mampu memeberikan cash flow yang cepat setelah akuisisi maka hal ini tidak menganggu likuiditas. Sebaliknya jika perusahaan target tidak mampu mengembalikan cash flow dengan cepat, maka akan membahayakan likuiditas pengakuisisi.
Dalam prakteknya, pengakuisisi tidak memiliki uang tunai, sebanyak untuk biaya akuisisi. Sehingga, perusahaan harus mencari alternatif sumber dana seperti bank, perusahaan lain, atau penerbitan surat berharga.
                            II.            Metode pembayaran dengan hutang
Pembiayaan dengan hutang merupakan pinjaman dari pihak ketiga yang sering disebut dengan leverage buyout (LBO). Leverage buyout adalah akuisisi atau pembelian perusahaan secara tunai dengan pembiayaan yang sebagian besar bersumber dari hutang. Hutang LBO dijamin dengan asset perusahaan target.
LBO terjadi karena konflik kepentingan antara pemegang saham dan manejemen, dimana manajemen ingin mengambil alih kepemilikan perusahaan dengan memasukkan pihak ketiga dalam pendanaan LBO. LBO merupakan taktik yang sering digunakan untuk menghindari dari akuisisi perusahaan lain.
Pihak-pihak yang terlibat sebagai penyandang dana tersebut adalah bank, perusahaan lain, lembaga keuangan, manajemen perusahaan pengakuisisi, dan investor institusional atau individu yang berminat. Pihak-pihak penyandang dan tersebut mensyaratkan imblan keuntungn yang lebih tinggi disbanding dengan tingkat keuntungan dari bentuk investasi lainnya. Hal ini terjadi karena pertimbangan risiko kegagalan atas tidak terbayarnya pinjaman.
LBO memiliki kemampuan untuk meningkatkan nilai perusahaan karena (pertama) manajemen bekerja “underpressure” untuk tidak hanya bisa membayar hutang tapi juga mengahssilkan keuntungan bagi perusahaan dan (kedua) manajer dapat menjadi pemilik, sehingga ada motivasi bekerja atas keuntungan yang akan diperoleh.
                         III.            Metode pembayaran dengan saham
Metode pembayaran dengan saham merupakan alternative yang bisa diambil oleh pengakuisisi. Jika pengakuisisi tidak ingan membayar akuisisi secara tunai, dapat menggunakan saham jika pemegang saham target menghendaki. Saham pengakuisisi yang belum dikeluarkan akan dipertukarkan dengan saham perusahaan target (share swap) dengan rasio tukar yang disepakati melalui negosiasi kedua pihak. Jika kedua perusahaan adalah go publik, maka dasar pertimbangan pertukarannya adalah harga pasar saham. Cara pertukaran saham lebih kompleks karena masing-masing perusahaan memiliki harga saham yang berbeda.
Dalam pasar modal yang efisien, dicirikan oleh respon terhadap informasi, harga pasar saham mapu mencerminkan nilai persuahaan. Sebaliknya di pasar modal yang belum efisien, harga saham pasar belum tentu mencerminkan nilai perusahaan yang sesungguhnya. Jika demikian maka berdampak pada ketidakakuratan dalam menentukan harga akuisisi antara pengakuisisi  dan target.
Cara pembayaran akuisisi yang makin opuler adalah dengan penerbitan saham baru (right issue). Pemegang saham lama diberi opsi hak untuk membeli saham-saham baru yang diterbitkan oleh perusahaan dalam rangka membiayaai akuisisi. Jika perusahaan mengeluarkan saham baru yang bisa dibeli oleh investor baru, berarti aka nada pemilik baru yang masuk dalam jajaran pemegang saham lama. Apabila jumlah proporsi kepemilikan investor baru cukup signifikan maka kemungkinan akan menyebabkan berkurangnya control pemegang saham lama terhadap perusahaan. Inilah sebabnya penerbitan right issue dimaksudkan untuk tetapmenjaga pengenalian perusahaan oleh pemegang saham lama.
Dampak praktek, umumnya alat pemmbayarn yang digunakan adalah kombinasi dari berbagai cara pembayaran diatas, yaitu kas, hutang, dan saham. Pada kasus akuisisi yang dilakukan Indocement tahun 1992 terhadap100% saham Bogasari, 51% saham Indofood dan 100% saham Perwick Agung dengan total nilai Rp 1,781 triliyun, Indocement menggunakan uang tunai yang berasal dari modal sendiri sebesar Rp 400 milyar, pinjaman dari BCA Rp 711 milyar dan sisanya menggunakan surat sanggup bayar.
C.                Analisis Pembiayaan Akuisisi
Terdapat trade-off ketika pengakuisisi menggunakan kas atau menggunakan saham sebagai alat pembayaran akuisisi. Jika pembayaran menggunakan kas, transaksi ini terjadi saat pengakuisisi membayar sejumlah uang tunai kepada pemegang saham target, selanjutnya pemegang saham target menyerahkan saham-saham mereka. Dengan demikian transaksi kas menyebabkan berpindahnya kepemilikan dari pemegang saham target kepada pemegang saham pengakuisisi. Di sisi lain pebayaranmenggunakan saham, pemegang saham target tidak dengan serta merta mentransfer kepemilikan perusahaan, tetapi mereka masihberstatus sebagai pemilik perusahaan.
Perusahaan yang melakukan transaksi pembayaran dengan saling mempertukarkan saham akan membagi keuntungan dan risiko dengan perusahaan yang diakuisisi. Perbedaan utama pembayaran dengan kas, pemegang saham pengakuisisi akan menanggung seluruh risiko jika sinergi gagal dicapai. Dalam pembayaran saham, risiko seperti itu akan ditanggung bersama baik oleh pemegang saham pengakuisisi atau pemegang saham yang diakuisisi. Risiko tersebut akan ditanggung bersama sesuai dengan proporsi masing-masing pemegang saham atas perusahaan hasil merger.
Trade-off antara pembayaran kas dan saham dijelaskan dalam contoh berikut Merger PT Matahari Department Store:

PT A
PT B
Nilai Kapitasisasi Pasar
Rp 3 Milyar
Rp 2 Milyar
Jumlah Lembar Saham
10.000.000
8.000.000
Harga Pasar Saham
Rp300/lembar
Rp250/lembar

PT A mengharapkan sinergi sebesar 1 M dan menghargai saham PT B sebesar Rp300/lembar.
PT A akan mengeluarkan kas senilai Rp 2,4 M, diperoleh dari Rp300/lembar kali 8 juta lembar. Sedangkan kapitalisasi pasar PT B sebesar Rp 2 M, maka PT A membayar premium sebesar Rp400 juta (Rp 2,4 M-Rp 2 M). Jumlah ini sama dengan premium per lembar saham Rp50 x 8 juta lembar = Rp400 juta.
Keuntungan bersih yang diharapkan oleh PT A dinamakan shareholder value added (SVA) yang merupakan selisih antara nilai sinergi dan premium yang dibayarkan. Jika PT A menggunakan kas maka besarnya SVA adalah Rp 1 M dikurangi denganRp400 juta = Rp600 juta. Sebaliknya jika PT A menggunakan saham SVA akan menjadi Rp333,6 juta. Perhitungan ini diperoleh dari:
 
Penurunan SVA ini adalah karena PT A menghargai saham PT B senilai Rp300/lembar padahal harga saham PT B semula sebesar Rp250/lembar. SVA lainnya dinikmati oleh pemegang saham PT B yaitu sebesar 44,6% x Rp600 juta = Rp266,4 juta.
Apabila sinergi tidah dicapai, maka PT A akan kehilangan seluruh premium yang dibayarkan senilai Rp400 juta (jika pembayaran dengan kas). Sedangkan jika pembayaran dengan saham, maka PT A hanya akan kehilangan saham PT B yaitu sebesar Rp177,6 juta (44,4% x Rp400 juta).
Table C.1
Pengaruh pembayaran kas dan saham teerhadap pemegang saham (Rp 000.000)
Situasi
Alat Pembayaran
Nilai SVA
PT A
PT B
Sinergi Tercapai
Kas
+600
+400
Saham
+333,6
+266,4
Sinergi Tidak Tercapai
Kas
-400
+400
Saham
-222,4
-177,6

Dari tabel tersebeut dapat disimpulkan bahwa jika merger dan akuisisi berhasil dan sinergi dapat dicapai, maka pembayaran dengan kas lebih menguntungkan bagi pemegang PT A dibanding dengan saham. Namun, jika akuisisi tidak bersinergi, mkaa pembayaran dengan kas kurang menguntungkan. Bagi pemegang sahamm PT B, jika pembayaran dilakukan dengan kas, mereka tidak terpengaruh oleh situasi tersapai (tidak sinergi). Mereka menaggung kerugian hanya jika pembayaran dilakakuan dengan saham dan dalam kondisi tidak sinergi.
Apabila dilihat dari ilustrasi tersebut, pengaruh penggunaan kas atau saham adalah signifikan terhadap pengakuisisi atau yang diakuisisi. Hal ini memberikan implikasi bhawa pengambilan keputusan penggunaan media pembayaran sangat dipengaruhi oleh berhasil atau tidaknya sinergi. Sehingga, manajeman kedua perusahaan harus menginformasikan pengaruh  penggunaan kas atau saham kepada para pemegang saham. (Moin, Abduh. Merger, Akuisisi, dan Divestasi. 2009. Yogyakrta: Ekonisia)
Growth opportunity adalah peluang pertumbuhan suatu perusahaan di masa depan (Mai, 2006). Perusahaan-perusahaan yang mempunyai prediksi akan mengalami pertumbuhan tinggi di masa mendatang akan lebih memilih menggunakan saham untuk mendanai operasional perusahaan. Dengan demikian perusahaan yang memiliki peluang pertumbuhan yang rendah akan lebih banyak menggunakan utang jangka panjang. Growth opportunity bagi setiap perusahaan berbeda-beda, hal ini menyebabkan perbedaan keputusan pembelanjaan yang diambil oleh manajer keuangan. Perusahaan dengan growth opportunity tinggi cenderung membelanjai pengeluaran investasi dengan modal sendiri untuk menghindari masalah underinvestment yaitu tidak dilaksanakannya semua proyek investasi yang bernilai positif oleh pihak manajer perusahaan (Chen, 2004). Selain itu, kebijakan hutang dan struktur kepemilikan modal juga dapat mempengaruhi nilai perusahaan dengan adanya pajak, biaya keagenan, dan biaya kesulitan keuangan sebagai imbangan dari manfaat penggunanaan hutang. Menurut trade- off model, struktur modal yang optimal merupakan keseimbangan antara penghematan pajak atas penggunaan hutang dengan biaya kesulitan akibat penggunaan hutang, sebab biaya dan manfaat akan saling meniadakan satu sama lain. Tingkat hutang optimal tercapai ketika pengaruh interest tax-shield mencapai jumlah yang maksimal terhadap ekspektasi cost of financial distress. Pada tingkat hutang yang optimal diharapkan nilai perusahaan akan mencapai nilai optimal, dan sebaliknya apabila terjadi tingkat perubahan hutang sampai melewati tingkat optimal atau biaya kebangkrutan dan biaya kesulitan keuangan financial distress cost lebih besar dari pada efek interest tax-shield, hutang akan mempunyai efek negative terhadap nilai perusahaan.
Berdasarkan teori struktur modal, apabila posisi struktur modal berada diatas target struktur modal optimalnya, maka setiap pertambahan hutang akan menurunkan nilai perusahaan. Penentuan target struktur modal optimal adalah salah satu dari tugas utama manajemen perusahaan. Struktur modal adalah proporsi pendanaan dengan hutang (debt financing) perusahaan, yaitu rasio leverage (pengungkit) perusahaan. Dengan demikian, hutang adalah unsur dari struktur modal perusahaan. Struktur modal merupakan kunci perbaikan produktivitas dan kinerja perusahaan. (Pengaruh Profitabilitas, Growth opportunity, sruktur Modal terhadaP nilai Perusahaan Pada Perusahaan Publik di indonesia oleh Sri Hermuningsih)




BAB III
PENUTUP
I.                   Kesimpulan
Pada prakteknya, dana talangan haji di perbankan syariah menerapkan akad murakab (bertingkat), gabungan dari akad utang dengan akad lainnya. Pertama, penggabungan antara akad qord dengan akad ijarah. Dimana menggabungkan akd qord dengan ijarah tersebut dilarang oleh ulama bahkan Nabi Muhammad SAW. Yang kedua, pada dana talangan haji menggunakan akad Kafalah bi Ujroh, dimana memberikan jaminan yang disertai dengan adanya upah tidak diperbolehkan. Dimana dalam prakteknya jika nasabah tidak dapat memberikan pelunasan pada saat jatuh tempo maka bank akan membayar terlebih dahulu kepada biro Haji. Kemudian yang dibayarkan Bank tersebut akan menjadi hutang bagi nasabah ditambah dengan ujrohnya. Demikian pula ketika nasabah dapat melunasi, Bank tetap memperoleh ujroh. Yang demikian kemudian menjadikan dana talangan haji mengandung unsur gharar dan riba.
Sehingga dapat ditarik suatu benang merah bahwa praktek dana talangan haji yang ada di perbankan syariah tidak sesuai dengan prinsip syariah. Meskipun terlihat membantu, akan tetapi dengan mekanisme penyaluran yang demikian disebutkan sebelumnya justru memberikan ketidakmaslahatan bagi banyak pihak. 
II.                Rekomendasi Kebijakan
Apabila sikap perbankan syariah melakukan kredit terhadap orang yang akan berhaji dengan dana talangan haji, maka tak ada bedanya mereka dengan bank konvensional, padahal dalam islam dilarang untuk berhutang, kecuali dalam keadaan sangat terpaksa. Jika hal ini terus dibiarkan maka lebih baikakan membuat surat resmi kepada Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk meninjau kembali soal ini.Jika tidak ada juga reaksi, maka perlu mengajukan naskah akademik kepada DPR RI untuk merevisi UU 21/2008 yang saat ini sedangdiproses.
Hal ini juga tidak terlepas dari tidak terlepas dari UU No. 34/2014 tentang Pengelolaan Dana Haji yang menempatkan dana haji di bank syariah. "Sebetulnya tidak apa-apa, namun karena di kita masih menganut sistem dualisme perbankan konvensional dan syariah, jadi bermasalah. Karena bank syariah tidak melulu bicara suku bunganya nol persen, tapi juga etika, moral dan akhlak dalam berbisnis. Sejumlah perbankan syariah melakukan praktik kredit dalam pembiayaan untuk menjalankan Rukun Islam kelima tersebut. Namun kebanyakan mencantumkan fasilitas pelunasan setelah ibadah dilaksanakan, pada produk pembiayaan umrah. Sehingga jika rekomendasi kebijakan ini diterapkan, maka hal ini tidak lagi manfaatkan ibadah untuk keutungan apalagi mengajarkan umat Islam untuk berutang soal ibadah, ini akan menjadi budaya buruk nantinya ke depan.


DAFTAR PUSTAKA
Hitt, Michael A., Jeffrey S. Harrison, R. Duane Ireland. Merger dan Akuisisi: Panduan Meraih Laba Bagi Para Pemegang Saham. 2001. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Moin, Abduh. Merger, Akuisisi, dan Divestasi. 2009. Yogyakrta: Ekonisia
Jurnal Administrasi Bisnis  (JAB)|Vol. 24  No. 1 Juli 2015|                                                                                                                        administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id
Muhammad S. Ibrahim,  “EKSPANSI : MERGER”, dalam http://www. http://wongasjap.blogspot.co.id/2011/03/ekspansi-merger.html (03 Mei 2011)